DELISHA PART I
hancurkan mentalnya, hilangkan kepercayaannya, kemudian genggam apa yang ingin digenggam olehnya. Matikan secara perlahan. Maka ia akan mati dengan sendirinya tanpa disentuh. Itulah yang akan terjadi ketika manusia telah dibutakan oleh kebencian. Manusia yang tak luput dari dosa, keegoisan, kesempurnaan, rasa cinta dan semua sifat yang dimiliki. Sifat manusia yang terkesan serakah akan semua yang dimilikinya. Keserakahan Yang dapat mengubah ketika kata kesempurnaan dalam dirinya tidaklah dimiliki semua. Kesempurnaan yang semua orang agungkan. Kesempurnaan yang akan menjadikan kemudahan untuk jalan hidup kedepannya. Lalu bagaimana jika kesempurnaan dalam dirinya tidak ada? Memiliki badan gemuk, kulit kusam, hitam, dekil. Oh noo, mungkin orang akan menggapnya gembel yang suka makan karna badannya yang gemuk.
Delisha Putriani, nama yang indah bukan. Seperti artinya seorang wanita yang memiliki kepribadian menyenangkan dan bahagia. Tapi sayang nama hanyalah sebuah nama. Buktinya ia tidak semenyenangkan itu untuk berteman. Ia tak sebahagia namanya dalam hidupnya malah sebaliknya. Tidak memiliki kesempurnaan dalam dirinya itu faktor utama pemicu hancurnya kebahagiaan seseorang. Bagaimana tidak hinaan merupakan makanan yang harus ia telan setiap hari. Dan jangan lupa pemBullyan itu hal biasa baginya baik jiwanya maupun raganya.
“ oke delisha tarik nafas keluarkan ulangi lagi tarik nafas keluarkan.” gerakan yang mengikuti ucapanya berulang-ulang ia lakukan sendiri didepan cermin kamarnya yang hanya sepetak berulang kali. Sungguh meskipun hari-hari telah ia jalani. Tapi tetap saja rasanyaaaa. Ahh susah dijelaskan.
Delisha gadis yang memiliki tubuh gemuk tidak sekurus teman sekolahnya. Melihat tubuhnya yang sudah terbalut pakaian sekolahnya yang sungguh indah jika dipakai orang lain rok kotak-kotak berwarna merah selutut dipadukan kemeja putih yang dibalut jas yang senada dengan roknya. Jangan lupakan dasi kupu-kupu yang wajib dipakai setiap murid disekolahnya.dengan rambut yang sudah ia sisir tanpa dikucir. Wajah yang sudah delisha poles tipis bedak yang ia beli diwarung.
Ia remaja yang memiliki kehidupan yang tak sebahagia teman sebayanya. Gadis yatim yang telah ditinggalkan ayahnya setahun yang lalu. Hidupnya yang sebatangkara membuatnya ia harus bisa mangatur waktunya. Kerja part time ia lakukan sehabis pulang sekolah. Ia kerja sebagai kasir ditoko sembako disebrang tempat tinggalnya. Untungnya masih ada otak ecernya yang pintar dalam menghitung dan mudah belajar sesuatu. hanya itu yang dapat ia manfaatkan dalam dirinya.
Jika kalian menanyakan soal Ibunya? Sudahlah ia pun tak tahu dimana ibunya. Mungkin ia malu memiliki anak yang tak dapat ia pamerkan didepan teman-temannya. Bukannya kesempurnaan manusia bukan cuman fisik. Otak pun juga salah satu kesempurnaan dalam manusia bukan. Sayangnya manusia zaman sekarang tak membutuhkan otak. Mereka tak berlomba-lomba dalam mengasah pikirannya tetapi mereka hanya mengasah bagaimana wajah cantiknya harus terrawat sempurna dimata orang-orang.
Perjalanan yang ditempuh selam 15 menit untuk mencapai sekolahnya ia lakukan menggunakan motor peninggalan ayahnya yang masih bisa ia gunakan. Meskipun motor ayahnya merupakan motor buntut, untungnya motor ini kuat menampung badannya yang berat. Entahlah mungkin jika motor ini digunakan untuk berboncengan motornya akan langsung rempak. Hufff siapa juga yang mau berboncengan denganku. Gerutunya dalam hati.
Gerbang sekolah sudah terlihat didepan matanya SMAN 1 TERPADU JAKARTA sungguh tulisan pertama yang terletak paling depan yang sangat memanjakan matanya. STJ itu lah sebutannya, kepanjangan dari salah satu sekolah populer di bandung mana lagi kalo bukan satu terpadu bandung. Sekolah yang paling diminati oleh orang-orang. Tentunya ada kualitas ada harga. Jangan diragukan lagi berapa harga spp perbulannya. Mungkin jika delisha tidak memanfaatkan otaknya ia tak bisa masuk sekolah elit ini. Ya, ia masuk melalui jalur beasiswa. Akan tetapi ia bukan anak beasiswa yang selalu di agungkan pihak sekolah. Meskipun ia memiliki nilai paling tinggi disekolah. Tetap saja orang nomor 2 yang menerima beasiswalah pemenangnya. Jika ditanya kenapa? Maka jawabannya jelas kesempurnaan yang dimiliki dari segi fisik maupun otak yang dimilikinya. Namanya arini oktaviani, sebut saja arini. Sang wakil ketos yang baik hati dan cantik.
“dasi, sabuk, kaos kaki”
“dasi, sabuk, kaos kaki.”
“dasi, sabuk, kaos kaki”
Beginilah kegiatan setiap pagi yang dilakukan anak osis yaitu pengecekan atribut sekolah.
“ arini gantiin gua ngecekin anak-anak, gua disuruh pak bandi ke kantor.” Ia revian kala arjunka sang ketua osis di sekolahnya. Sebut saja namanya kala sesuai dengan nama tengahnya. Ketua osis yang disegani, di banggakan pihak sekolah, dan di kagumi para murid sekolah maupun guru-guru disini. Revian kala arjunka nama yang indah bukan sesuai namanya lelaki
tampan yang menjadi pemimpin dan berkedudukan tinggi. Dan jangan lupa otaknya juga yang tak kalah pintar dari anak beasiswa. Meskipun ia bukan anak beasiswa karna tergolong mampu.
“ iya ka ” sahut ariani yang sekarang sudah menempatkan dirinya di tempat bagus untuk mengecek lainnya yang sudah berbaris.
Delisha yang telah memarkirkan moronya kemudian berjalan untuk berbaris seperti lainnya. Barisan tidak terlalu panjang karena terdapat 4 jalur pengecekan salah satunya di lakukan oleh ariani dan 3 lainnya anggota osis. Dan sekarang ia baris di jalur yang akan dicek oleh ariani. Delisha baris urutan ke 7 dari depan. Pandangannya menunduk itulah yang selalu delisha lakukan ketika ia merasa tidak nyaman. Meskipun ia tak melihat sekitarnya tapi ia tahu mereka berbisik-bisik membicarakannya. Bersikap bodo amat itu prinsip yang diterapkan sejak dulu. Meskipun begitu hati kecilnya akan tetap sakit ketika orang-orang membicarakan fisiknya. Tentunya bukan hanya delisha saja ketika fisik sudah menjadi bahan gunjingan orang- orang untuk menjadi bahan perbincangan. Orang lain pun akan merasakan hal demikian bukan begitu?.
Brumm brumm brumm
Deg deg deg
Suara mobil yang beradu kencang bersamaan dengan detak jantungnya yang menggila. Delisha berdiri dengan kakunya disertai dengan jantung yang berdetak dengan tempo capat. Ia tetap menundukan kepala dengan mata terpejam dan juga tarikan nafas yang dikeluarkan secara perlahan untuk menetralisirkan rasa takutnya. Tangannya sudah terkepal untuk tidak tremor setiap merasa takut.
“sebentar lagi pertunjukan dimulai” Mendengar kata yang dilontarkan siswa yang berdiri disampingnya delisha semakain metutup rapat matanya.
“yaa, seminggu ini sekolah tenang tanpa ada keributan. Matilah kau delishaaaa.” Timpal temannya yang berada didepan siswa tersebut sambil melirik delisha yang masih dalam posisi menunduknya untuk menakut-takutinya.
Ya delisha sungguh tenang satu minggu kemarin. meskipun hinaan maupun gunjingan tetap ada yang terlontarkan kepadanya setidaknya seminggu kemaren ia tak menerima kekerasan fisik. Sungguh delisha belum siap menerima bullyan kembali setelah seminggu kemarin mereka tidak mengganggunya. Queen bully, sang ratu sekolah sebut saja namanya flo
ghisna wijaya. Ia yang selalu selamat dari kasus disekolahnya karena gelar nama belakangnya. Wijaya salah satu pengusaha terpandang di Jakarta dan juga jangan lupakan pamannya yang merupakan kepala sekolah di sma ini. Lalu adakah alasan untuk flo di DO karena kasus kekerasan fisik pada murid STJ. Tentu saja tidak ada. Kekuasaan, tatha, pangkat menjadikannya mudah untuk menyelesaikan masalah. Uanglah yang menyelesaikan semuanya.
Dan liatlah antek-anteknya yang selalu membuntuti dibelakangnya, siapa lagi kalo bukan jessi dan rose. Mereka berjalan dengan aggun dan jangan lupakan kaca matanya yang selalu dipakai ketika mereka turun dari mobilnya. Dengan posisi flo di depan dan dibelakangnya jessi dan rose. Mata tajamnya yang tak lepas menatap kedepan tepatnya ke arah delisha dengan tatapan kebencian yang selalu tersemat di dalamnya.
“ hai.” Sapanya ketika sudah berada di samping delisha. Ahh delisha merasa ingin cepat- cepat masuk untuk menghindari orang yang satu ini. Jika ia bisa, ia ingin sekali membalas perbuatannya. Sayangnya ia tak memiliki kuasa akan hal ini. Jadi yang bisa ia lakuklan hanya diam dan menerima semuanya agar beasiswanya tidak dicabut. Lagi pula siapa yang akan membelanya? Guru? Kepala sekolah? Murid-murid ps? Tentu mereka lebih berpihak pada flo yang memiliki kuasa. Delisha yang tak memiliki apa-apa hanya bisa pasrah dengan keadaan yang ada. Setidaknya jika pangkat kekuasaannya di tangannya izinkan delisha mengambil pembelaan untuknya. Tapi ini untuk delisha saja mungkin 1%.
Satu hal yang delisha syukuri untuk saat ini yaitu ekarang gilirannya untuk pengecekan.
“dasi, sabuk, kaos kaki. Masuk” kata arini setelah mengecek delisha. Pura-pura tidak tahu adanya flo ia melangkahkan kakinya untuk masuk. Berjalan cepat untuk menghindar amukan darinya.
“ heh gudik awas saja ya lu.” Hardinya ketika delisha berjalan menjauhinya.
Delisha mendengarnya sangat mendengarnya karena suara yang dikeluarkan flo cukup keras. Tetapi iya berpura pura tuli. Berjalan semakin cepat menuju kelasnya yang berada dilantai 3. Sekolah ini memiliki 5 lantai, disetiap lantainya merupakan angkatan tahun pendidikan kemudian lantai 4 berisi ruangan-ruangan leb dan juga lantai 5 merupakan gudang yang tersambung dengan rooftop. Hal ini berarti delisha berada di angkatan tahun ajaran akhir yaitu kelas 12. Ya sebentar lagi ia akan lulus. Tidak! Menurutnya ini masih lama karena waktu yang berjalan setiap harinya akan terasa lama menurutnya. Apalagi ini baru kelas 12 semester 1.
Melangkahkan kakinya dengan cepat menuju kelasnya yang sudah lumayan sepi. Setidaknya ini membuatnya tenang. Karena tak mendengar kata- kata yang menyakitkan kepadanya. MIPA-1 tulisan yang tertera di atas pintu kelasnya. Kelas yang berisi orang-orang pintar termasuk kala dan arini juga termasuk kedalam kelasnya. Berbeda dengan flo dan kedua temannya yang berada di kelas IPS-1. Itupun yang membuatnya sedikit terselamatkan darinya. Aitssss jangan salah, meskipun begitu setiap hari flo akan mencarinya mungkin sampai kegorong-gorong semut sekalipun. Delisha memelankan langkah kakinya ketika ia memasuki kelasnya yang hening. Bagaimana tidak kelasnya dihuni oleh orang-orang ambis akan nilai. Ambis akan pujian. Liatlah orang-orang yang duduk bagian depan mereka sedang membaca, sedangkan di bagian belakang meskipun beberapa anak ada yang mengobrol. Tentunya mereka mengobrol seputar pembelajaran yang diplajari minggu lalu.
Brakk
Suara benda jatuh itu mengagetkan penghuni kelas itu. Serempak mereka menengok kebelakang untuk mencari tahu asal sumbernya. Lihatlah. Sekarang berbagai ekspresi mereka tunjukan setelah tahu bunyi suara itu berasal.
“Hahahaha”
Gema suara tawa terdengar terdengar sampai ketelinganya.
“ makanya itu badan jangan besar-besar. Kecilin dikit napa.” Ucap salah satu dari mereka diselingi dengan suara tawa yang masih terdengar.
“tahu tu, udah tahu gemuk, ga ada usaha bener buat diet.”
“udah gemuk, jelek, dekil lagi. Apa bangganya punya tubuh kaya gajah. Iuhhhh”
Sungguh kata-kata yang terlontar dari mulut mereka sangat menyakitkan. Kenapa mereka hanya membahas body shaming ketika iya membutuhkan pertolongan. Delisha terbangun dari jatuhnya dengan wajah merah padam merasa marah dan juga malu. Jangan lupa matanya yang berkaca-kaca. Suara yang membuat gatuh seisi kelas adalah suara delisha yang terjatuh ketika ia mendudukan pantatnya dikursi. Ia tahu kursinya pasti telah ditukan dengan yang sudah keropos. Bagaimana mungkin kursi yang kemarin baru ia duduki hari ini rusak. Padahal kemarin juga kuat-kuat saja.
Rasanya delisha ingin mengubur wajahnya hidup-hidup untuk mengurangi rasa malunya. Kemudian ia berjalan keluar menuju gudang untuk menggambil kursi baru untuknya. Sedangkan seseorang yang melihat delisha berjalan melewati kelasnya tersenyum penuh arti.
“bagaimana sayang, rencanaku menurut kamu.” Kata seseorang yang berada disampingnya sambil tersenyum manis penuh dengan rencana liciknya.
“haa gimana-gimana?” tanyanya ketika ia tak mendengarkannya.
“hufff sudahlah lupakan.” Ucapnya dengan wajah cemberut tapi kemudian ia tersenym dengan pandangan menerawang kedepan.
Disisi lain, delisha membuka ruang gudang yang berisi beberapa kursi yang masih baru. Cahaya matahari masuk melalui celah-celah jendela yang ada dan juga pintu yang beru saja dibuka. Pandangan delisha mengelilingi setia sudut yang berdebu. Pandangan itu berhenti ketika ia menemukan sesuatu yang janggal itu dicermin yang sudah retak. Melangkah kakinya dengan perlahan menuju tempat yang membuatnya penasaran.
Degg
Dengan jantung yang berpacu cepat ia menggeleng gelengkan kepala. Ketika ia mengetahu tulisan yang berwarna merah di cermin yang membuatnya penasaran.
Posting Komentar
0 Komentar