STARLIEF AND YOU

Ilustrasi: HMJ MPI UIN Walisongo

 STARLIEF AND YOU

Autor : Muhammad Riyas Amir (18A) 

      Di tengah hutan lebat, terowongan itu tampak berdiri megah. Dindingnya terbuat dari batu terbaik. Tingginya sekitar delapan meter dan lebarnya lima meter. Tidak ada yang tahu berapa panjang terowongan ini. Masyarakat menyebutnya Terowongan Tak Terbatas. Di bagian depan terowongan terdapat banyak papan kayu yang memanjang dari sisi kanan ke kiri. Tujuannya agar tidak ada yang bisa masuk ke dalam terowongan itu.

Aku berjalan menuju terowongan megah tersebut. Sudah lama aku ingin mengincar isi tempat ini. Dari cerita mulut ke mulut, aku mendengar bahwa Terowongan Tak Terbatas tidak pernah dijamah manusia selama ratusan tahun. Ada yang berkata kalau terowongan itu merupakan habitat para monster. Ada pula yang mengatakan jika kita memaksa masuk ke sana, kita akan ketiban sial. Aku sendiri tidak percaya dengan mitos-mitos tak masuk akal seperti itu. 


Untungnya papan-papan kayu tidak menutupi sebagian besar pintu masuk terowongan. Masih ada celah tiga meter. Dalam hati aku berseru senang, walau tidak berlangsung lama. Aku harus memikirkan cara agar bisa melompati penghalang sialan ini. Papan-papan kayu itu tidak seperti gerbang sekolah yang bisa dipanjat dengan mudah. Tidak ada pijakan untuk memanjat. Aku membutuhkan tangga. 

Aku akan berkeliling di hutan untuk mencari penduduk yang tinggal di hutan. Barangkali mereka mempunyai tangga yang dengan senang hati bisa meminjamkan padaku. Aku terus berjalan membelah hutan. Sesekali aku beristirahat sejenak sambil meneguk air mineral. Aku menyiapkan persediaan makanan yang banyak, mengingat ini perjalanan yang sangat nekat. Sebelumnya aku memang sering bertualang di alam. Namun misi mencari tahu isi dari Terowongan Tak Terbatas adalah yang paling menantang. 

Setelah berkeliling kurang lebih tiga jam, aku menemukan pemukiman penduduk. Pemukiman ini seperti suku pedalaman. Mereka memakai topi bulu berwarna hijau. Mereka juga memakai jubah dengan hiasan bunga lavender. Suku ini tampak damai dan tentram. Aku sampai di depan gerbang pemukiman. Ada dua penjaga di samping kanan dan kiri. Mereka langsung berdiri begitu melihatku. Raut wajah mereka tampak menyeramkan. Nyaliku semakin menciut saat salah seorang dari mereka mendekati ku. 

"Siapa kamu?" tanya seorang laki-laki yang menggenggam bambu runcing. Aku menarik napas sebentar lalu menjawab, Aku Ivy Ashlyn. Hanya manusia biasa yang tidak berminat mengganggu kalian."
"Jika tidak ada kepentingan, silakan pergi dari sini," "sahut penjaga perempuan".
"Aku ingin meminjam tangga".  Aku memberi tahu alasan sebenarnya. Mereka berdua saling pandang. Firasatku mengatakan jika mereka tidak mau meminjamkan tangga. Aku meremas kedua telapak tanganku. Keringat dingin mulai menetes. 
"Kami tidak mempunyai tangga. Begitu pula dengan penduduk lain. Hanya Loisa yang memiliki tangga," ungkap si penjaga laki-laki.

Aku diantar oleh dua penjaga itu menuju bangunan kayu paling menjulang di ujung pemukiman. Mereka mengawalku ke manapun aku pergi. Anak-anak dan remaja seusiaku menatapku heran sekaligus curiga. Penduduk suku ini sangat waspada dengan pendatang baru. Setelah sampai, dua penjaga gerbang mengantarku ke ruang tamu. Aku mendengar mereka berbincang serius dengan bahasa yang tidak kumengerti. Sepertinya bahasa asli suku ini. Berulang kali pula mereka menyerukan nama Fleur dan Arlo. 

"Siapa yang ingin meminjam tangga?" Terdengar suara lantang dari jauh. Aku merinding di tempat. Suaranya seperti hendak menginterogasiku. “Dia! Ivy Ashlyn!” seru si penjaga perempuan. Seorang wanita tua yang aku yakini sebagai ketua suku itu menghampiri aku. Matanya memicing, menatap aku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dia duduk di kursi kayu yang berada di depanku. Satu-satunya pembatas antara kami adalah meja kayu yang di atasnya terdapat pot bunga lavender. 

“Nama saya Loisa.” Ketua suku itu memperkenalkan dirinya kepadaku. “Dan dua penjaga yang selalu mengawal kamu itu bernama Fleur dan Arlo,” tambah Loisa.Fleur melirik ke arah aku. “Jangan pernah memanggil Loisa dengan sebutan “Bu Loisa” atau “Nenek Loisa”. Dia membenci panggilan itu.”Aku mengangguk cepat dan berkata, “Baiklah. Aku mengerti. Sekarang, bolehkah aku meminjam tangga?”

Loisa pindah di sebelah aku. Dia menggenggam kedua tanganku. Aku menghadap ke kanan dan menatap kedua matanya. Suasananya berubah menjadi tegang sekali. Fleur dan Arlo memberi isyarat anggukan kecil. Loisa menarik napas panjang. Sepertinya dia hendak memberi tahu sesuatu yang sangat penting.

“Kau boleh meminjam tanggaku. Tapi kamu tidak diperbolehkan pergi sendiri. Karena hari ini jadwal saya untuk memeriksa Terowongan Tak Terbatas, kau akan pergi bersama saya. Fleur dan Arlo tidak usah ikut mengawal,” jelas Loisa. Aku bingung. “Kenapa harus ditemani, Loisa?”

Loisa tersenyum padaku. “Semua pendatang meminjam tangga pasti untuk memanjat pembatas Terowongan Tak Terbatas. Banyak tangga yang hilang setelah dipinjam oleh mereka. Saya tidak mau kejadian tersebut terulang kembali. Itulah sebabnya saya ingin mengawasi kamu.”Aku dan Loisa sudah memasuki Terowongan Tak Terbatas. Kami berjalan beriringan. 

Terowongan ini sedikit menakutkan. Aku tidak melihat cahaya apapun selain dari senter tua milik Loisa. Tak ada hewan atau monster yang tinggal di sini. Suasana terowongan pun sangat sunyi, bahkan mungkin detak jantung kamu dapat terdengar.
Sepuluh meter …
Dua puluh meter …
Tiga puluh meter …

Tiba-tiba tubuhku tertarik, seperti ada gravitasi besar yang menarik aku. Angin kencang menerpa rambut aku. Saking terkejut nya aku, mataku memelotot. Bahkan bola mataku bisa saja keluar dari tempatnya. Aku menoleh ke Loisa. Dia tidak panik sama sekali. Justru dia semakin mendekati “gravitasi” tersebut. 
“AAAAAA!!!” 

Aku menjerit ketika badanku terjun bebas ke jurang. Aku ketakutan setengah mati. Sekujur tubuhku mengeluarkan keringat dingin. Ini mengerikan. Jauh lebih buruk ketimbang menonton film horor sendirian. Kalian tidak akan bisa membayangkan betapa seramnya jatuh dari ketinggian ratusan kilometer. 

Dan … eh? Kenapa aku tidak terjatuh? Aku melihat ke bawah. Masih sangat jauh untuk sampai ke tempat tujuan. 

Aku mulai menyadari keanehan di tubuhku. Punggungku mengeluarkan sayap! Ya, sayap seperti kupu-kupu yang sering kalian lihat. Namun yang ini lebih raksasa. Dan yang lebih mengejutkan adalah … aku bisa terbang! Baju dan celanaku berubah menjadi baju dan rok berwarna putih selutut. Aku memakai sepatu putih. 

Loisa tersenyum kepadaku. Dia menarik tanganku dan segera membawa aku terbang ke bawah. Pasti ada kejutan menarik di sana. Aku mengepakkan kedua sayap aku dan tertawa riang. “Selamat datang di Starlief!” 

Bersambung....


Posting Komentar

0 Komentar