Mengejar Kota Berkedok Universitas



Oleh : Ika Asmani N.S.H. (MPI 2021)

Adiwarna Simpang Lima kala itu tepatnya 27 Februari 2014, didahului arunika nan eloknya. “Renjana yang membuatku melangkahkan kaki di hari sebelumnya,” kata gadis itu. Dia merupakan wakil Kabupaten Wonogiri untuk mengikuti Seleksi Jalur Khusus International Mathematics and Science Olympiad (IMSO) 2014 di Kota Semarang. Saujana sandyakala, saat itu dia memantapkan hatinya. “Aku bukan ingin menjadi yang terbaik besok, tapi yang kuinginkan adalah mendapatkan hal berharga.” Malam sudah berakhir, pagi yang baswara. Tibalah dia menapakkan kaki di suatu gedung elite, entahlah dia tidak tahu nama gedungnya. Dilihatnya lautan seragam berdesakan mengumpulkan berkas menunggu antrean. Dia duduk manis melihat sekelilingnya dengan kegugupan yang menghantam. Jelas dia grogi, untuk kali pertama dia ikut perlombaan hingga ke ibu kota. Sejujurnya dia tidak menyangka. Tapi faktanya, Sang Pencipta selalu memberi kejutan selesa. Waktu berjalan begitu cepat, dia dan sekumpulan putih merah beradu mengerjakan soal. “Ah... aku tidak ingin ambil pusing, aku hanya ingin tau apa yang akan terjadi setelah ini.” Kembalilah ia ke mobil dan menuju perjalanan pulang. Vibes nya ibu kota amat terasa ketika dia mengitari Tugu Simpang Lima. “Bagus bangettt...!!!” Tiada henti ia terkagum. Sejauh mata memandang jumantara, terlintas pesawat yang membuatnya berbicara. “Aku ingin kembali lagi ke kota ini. Tapi buat apa?” Pertanyaan yang sulit dicaritahu jawabannya oleh anak menuju belia. Tenang saja, dia tetap riang gembira karena berhasil menemukan hal berharga yang ditelusurinya. Sang Pemberi Rezeki ingin kita berbakti kepada orang tua. Pencapaian kecil yang kita raih, itu sudah membuat mereka bahagia. Jadi jangan menyerah dan lelah mencoba. Tidak perlu minder terhadap pencapaian orang, itu hanya akan mengurangi rasa syukur kita kepada Tuhan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala. 

Hari demi hari, bulan berganti tahun, petualangan apa lagi yang dilakukannya? Hingga lima tahun sudah berlalu, jatuh cinta nya pada ibu kota kembali ada. Setelah lima tahun juga ia melupakan dan tak pernah memikirkan. Rupanya dia menginginkan sesuatu. Lalu apa itu? Dia bilang padaku, “Aku ingin BIOLOGY DIPONEGORO UNIVERSITY.” Kulihat sorot matanya yang menampakkan cinta, keseriusan dan ketekunan yang bisa dibilang luar biasa. Teringatlah selalu tentang apa yang diucapnya kala itu. Sekarang dia tahu kenapa harus kembali. Ya, untuk university. Tapi yang dibingungkannya, kenapa dia nggak memajang logo diponegoro saja atau negeri semarang yang saat itu menjadi pilihan kedua. Lantas apa yang dipilih oleh gadis itu? Ternyata dia pilih memajang Lawang Sewu di Whatsapp hitungan bulan lamanya. Aneh tapi nyata. Bahkan ketika ia sakit, gambar itu mampu meredam lukanya. Namun rencana Allah berbeda. Orang tua nya kurang mau jika dia ke ibu kota. Berbagai alasan ada, karena finansial, jarak, nilai raportnya yang bisa dibilang kurang tinggi, dan jarang kakak kelas nya yang lulus jalur SNMPTN disana, kebanyakan ada di Universitas Sebelas Maret dan Universitas Gadjah Mada. Sampai akhirnya dia mendaftar SNMPTN di Universitas Sebelas Maret. Awalnya dia tidak punya pemikiran untuk kesana. Tapi karena kuliah melibatkan banyak hal maka dari itu ia mempertimbangkan. Namun dia tidak lolos. “OK, gakpapa,” katanya teduh. 

Karsa bulat untuk mengikhlaskan apa yang terjadi, karena kata “seandainya” itu tidak ada. Yang harusnya ada adalah “aku akan” agar kita tidak mudah menyesal. Malam kegagalannya membuatnya berfikir keras, “Aku tidak punya persiapan SBMPTN ataupun Jalur Mandiri, belajar Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) saja tidak maksimal.” Hingga dua hari setelahnya, ada serendipity datang, benar-benar riang gemilang. Tanggal 24 Maret 2021, saat dia berniat mengambil DUPS dan password untuk daftar Vokasi UNS, undangan dari UIN Walisongo Semarang datang. Dia terkejut “Hah...Semarang punya univ islam toh!!!” Percakapannya dengan guru BK berlangsung lama. “Ini cuma diambil sepuluh anak yang tercepat dan benar-benar mau berkomitmen untuk UIN tersebut. Memang belum tentu lolos, tapi sepuluh anak itu akan diprioritaskan.” Sontak dia kaget. Lalu dia dan kedua temannya membicarakan jalur undangan tersebut. “Kita ambil jalur ini aja ya? Kan kita nggak bisa mengandalkan SBMPTN.” Lalu dia berpikir lagi. “Ini model pembelajarannya gimana ya? Apa ada hafalan surat? Terus aku ambil prodi apa?” Separuh jam membahas, kembalilah mereka ke ruang BK. Dengan pendirian yang kuat, “Bu... kami mengambil jalur undangan ini.” Terlihat raut muka gurunya yang cerah, tersenyum merah. Disodorkannya buku untuk menulis nama, rata-rata raport, nomor HP, dan pilihan program studi. Lalu pulanglah mereka dengan perasaan tak terduga. Tanda tanya selalu menghantuinya. Sementara dia juga harus belajar UTBK. Lelah gelisah, hingga akhirnya ia batal mendaftar Vokasi UNS. 

Hari demi hari ia lewati dengan rasa gundah. Jelas ia tidak tenang, karena jarak antara pengumuman SNMPTN dengan hari UTBK nya hanya selang dua minggu. Dimana dia tidak menghafal rumus sama sekali. Mengikuti try out juga jarang. Skor pertama dari latihan soal hanya 250 sampai 350 an. Itulah alasan kenapa dia benar-benar hanya mengandalkan SNMPTN atau jalur raport lainnya. Sebenarnya ada banyak hal logis kenapa dia bisa ketolak di UNS. Pertama, dia ingin kuliah lebih jauh agar bisa lebih mandiri, bertemu banyak orang baru. Lalu dia juga merasa perlu berpisah jarak dengan orang-orang tertentu. Selain itu, ia berpikir jika mengambil prodi biologi akan memberatkannya. Ya, walau awalnya dia berniat konsisten di biologi, tapi ketika dilihat jangka panjang dia merasa itu bukan keputusan yang tepat. Serta yang terpenting adalah, Allah SWT mengatur urusan hamba-Nya dengan sebaik mungkin. Bahkan ketika kita lupa dengan apa yang telah kita ucap, Dia Sang Pemberi Rezeki selalu mengingat perkataan kita, memerhatikan doa yang kita haturkan. Memang kejadian di dunia itu hanya seputar dari apa yang kita tanam. Apa yang terjadi sekarang bisa saja karena apa yang telah kita aamiin kan di masa lalu. Dia terikat dengan ucapannya tahun 2014 silam. Itulah alasan kenapa jalur undangan dari Walisongo datang. 

Hari panjang dilalui dengan mengurus pendaftaran mandiri prestasi UIN Walisongo. Jujur melelahkan, keluhnya. Seperti itulah rasanya memperjuangkan janji. Meluangkan waktu tidurnya untuk mengurus berkas, memantau web karena sering eror, menunggu balasan dari pihak BK terkait surat-surat, dan lainnya. Gakpapa adalah kata andalannya untuk melewati fase lelah itu. “Bismillah, Allah memberi ini karena Allah akan mengabulkan doa ku kembali ke Semarang.” Dia mencoba untuk selalu berbaik sangka. Hingga yang ditunggu-tunggu datang. Yeay, akhirnya dia lolos di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Tapi ada sedikit bumbu setelah keberhasilannya. Ya, dia juga lolos SBMPTN di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Apa kata temannya? “Ya Allah kamu diterima di UGM tapi gak kamu ambil?” Banyak pertanyaan datang bertubi-tubi. Awalnya dia tidak berniat membuka pengumuman SBMPTN, lagipula orang-orang pada tahu kalau dia diterima di Semarang, tapi karena sahabatnya meminta maka ia membukanya. Dia tidak diijinkan mengundurkan diri dari UIN Walisongo. Selain karena jalur undangan, membawa nama baik sekolah, pastinya ketika dia dan tim nya berprestasi, maka adik kelasnya akan mendapat kemudahan untuk masuk ke UIN Walisongo. Jujur SMA nya sedikit yang masuk Universitas Islam, kebanyakan menuju universitas umum. Mungkin jika ingin menuju universitas islam, banyak yang terkendala di bahasa arab, dan kesusahan mencari alumni. Sasana Widyatama, julukan SMA nya, sempat kehilangan beberapa universitas di Semarang. Peminatan MIPA tidak ada yang lolos SNMPTN di UNDIP selama dua tahun terakhir ini. Siswa yang diterima di UNNES juga tidak sebanyak di UGM dan UNS. Apa karena terkendala jarak? Entahlah dia tidak mengerti. Mungkin dengan dia di UIN Walisongo, SMA nya akan memperoleh kesempatan dan kepercayaan. 

Sebenarnya ada banyak hal yang ingin ia sampaikan pada kalian mengenai tanggung jawab dan rela berkorban. Jujur, dia mau memprioritaskan UIN Walisongo karena dia melihat perjuangan gurunya membantu proses pendaftaran, mengarahkan selama pengisian data, dan aktif menghubunginya. Ketika ada orang lain memberi kita satu mawar, apakah kita juga hanya mau memberi satu mawar? Kita lebih baik memberinya banyak mawar kan? Sama dengan pihak BK yang menawarinya jalur undangan, maka balasan luar biasanya adalah dia harus membesarkan nama SMA di kampusnya. Sasana Widyatama harus bahagia. Itu tadi yang disebut ilmu balas budi. Ketika kita membalas orang lain dengan kebaikan, mau bertanggung jawab dengan kewajiban yang sudah diberikan, Insya Allah, Sang Pencipta akan mempermudah urusan kita. Memiliki rasa tanggung jawab itu menenangkan. Dengan rasa tanggung jawab yang tinggi maka kita bisa memiliki tatanan hidup yang baik. Kemudian tentang rela berkorban. Sebenarnya ketika mengambil UGM, dia bisa satu kost dengan sahabatnya, jarak dekat, universitas bergengsi. Dia menjadikan UGM itu cadangan karena sudah terikat dengan jalur undangan. Tapi sekali lagi, dia juga selalu mengingat perkataannya tentang ingin kembali ke Semarang. Walau sebenarnya dia tidak pernah punya rencana ke UIN, dengan cintanya pada Semarang maka ia pasti bisa mencintai universitasnya. Dia ingin membahagiakan Sasana Widyatama, itu karsa bulatnya. Jadi di penghujung cerita ini, gadis itu ingin menyampaikan jika kita tidak boleh egois. Jangan sembarangan mengambil keputusan agar tidak merugikan banyak orang. Kadang dalam hidup ini, kita harus mementingkan kepentingan orang lain dulu daripada kepentingan kita sendiri. Maka dari itu sikap rela berkorban perlu ditanamkan. Semoga kamu dan dia selalu diberi kelancaran dalam melewati ujian dunia ini ya, aamiin 


Posting Komentar

0 Komentar