Perempuan dalam Kepemimpinan

IlustrasiHMJ MPI UIN Walisongo


 Perempuan dalam Kepemimpinan

                          Author : Fainta Shofiyati                    ( Divisi Pendidikan HMJ MPI) 

    Perempuan, acapkali dikaitkan dengan sifat yang lembut, kalem, serta penurut. Dari sekian negarapun menganggap Perempuan memiliki posisi dibelakang laki-laki. Di Indonesia sendiri, seperti halnya dalam sebuah cuplikan film Layla Majnun yang disutradarai Monty Tiwa menunjukkan persoalan kedudukan perempuan dalam budaya jawa. Pada scene di kelas ketika Layla mengajar menjadi dosen tamu, ada diskusi perihal perempuan jawa, Layla menampilkan budaya jawa dengan kebaya dan kain jarik yang dikenakan oleh salah satu mahasiswinya. Kain jarik yang dikenakan membuat pemakai kesulitan untuk berjalan dan alhasil muncullah komentar dari seorang mahasiswa "perempuan di Jawa itu lemah dan selalu berada di belakang laki-laki".

    Meski demikian, semenjak hadirnya R.A Kartini yang berani menyuarakan keluh kesah perempuan pada masa itu menghasilkan sebuah gebrakan baru yang dapat kita rasakan sampai saat ini, membuat perempuan Indonesia dapat mengenyam pendidikan yang setara dengan laki-laki dan kesempatan berkembang yang sama pula. Misalnya dalam kesempatan menjadi pemimpin, pada sejarahnya, Indonesia memiliki Megawati sebagai sosok perempuan pertama yang pernah menjabat Presiden. Putri Soekarno tersebut meneruskan perjuangan Bapaknya dan selalu menanamkan slogan "merdeka" dalam hatinya.

      Namun, rupanya masyarakat Indonesia masih saja kurang percaya dengan kompetensi perempuan untuk menjadi pemimpin terutama di kursi kePresidenan, hal ini diperkuat dengan hasil survei yang dilakukan oleh Tirto.id menunjukkan hasil bahwa elektabilitas masyarakat masih rendah dalam memilih perempuan dengan alasan 34,2% karena kodrat laki-laki ialah sebagai pemimpin, 20,4% perempuan dianggap kurang tegas dan berani, 7,2% masyarakat menganggap perempuan kurang berwibawa dan sebanyak 6,2% masyarakat berpendapat bahwa lelaki lebih kredibel.

      Di bumi belahan lain, potensi perempuan untuk menjadi presiden telah terbukti dari beberapa negara maju yang berhasil dipimpin oleh perempuan, seperti PM Jacinda Arden (New Zealand), PM Sanna Marin (Finlandia), PM Katrin Jakobsdottir (Islandia), PM Mette Frederiksen (Denmark) dan PM Magdalena Andersson (Swedia). Melihat hal tersebut bukan tidak mungkin bahwa perempuan dapat sukses untuk memimpin sebuah negara.

    Berbicara tentang pemimpin perempuan, saat ini juga sedang dialami oleh kepengurusan HMJ MPI periode 2022 yang dipimpin oleh perempuan mungil nan progresif bernama Noni Setyaningrum. harapannya semoga setelah proses serah jabatan yang dilaksanakan 21 Februari 2022 kemarin, Ketua umum HMJ MPI dapat mengambil teladan dari para puan yang telah disebutkan dalam tulisan ini dan semoga dapat membawa perubahan yang lebih baik lagi kedepannya serta dapat merealisasikan visi HMJ MPI sebagai organisasi progresif, inovatif dan memiliki rasa solidaritas tinggi.Amiin.Salam.


Posting Komentar

1 Komentar