SEKOLAH RAMAH ANAK MELINDUNGI HAK-HAK ANAK


                          Oleh: Nur Laila Fitria Rachma

Hampir semua negara di dunia memiliki tanggal tersendiri untuk memperingati Hari Anak-Anak. Dan untuk Indonesia sendiri tepat pada Hari Kamis, 23 Juli 2020 kemarin kita memperingati Hari Anak-Anak Nasional. Peringatan ini didasarkan atas Kepres RI Nomor 44 Tahun 1984 atas gagasan mantan presiden Soeharto yang melihat bahwa anak-anak merupakan aset kemajuan bangsa. Pada peringatan Hari Anak-Anak Nasional tahun 2020 ini, pemerintah mengambil tema Anak Terlindungi, Indonesia Maju dengan tagine #AnakIndonesiaGembiradariRumah dikarenakan adanya pandemi wabah Covid19 ini. 

Sebagai aset kemajuan bangsa, anak-anak perlu dilindungi dan dipenuhi hak-haknya dimanapun mereka berada. Hal ini dikarenakan usia kanak-kanak secara fisik dan psikis masih belum memiliki daya dan kemampuan untuk melindungi diri mereka sendiri. Atas dasar ini, hampir seluruh negara di dunia memiliki lembaga yang menaungi permasalahan perempuan dan anak. Dan di Indonesia sendiri kita mengenal yang namanya KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), Kementerian PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) serta  beberapa undang-undang mengenai hak-hak anak. 

    Kekerasan terhadap anak dapat terjadi dimana saja, bahkan di lingkungan sekolah tempat anak belajar sekalipun. Kekerasan dalam pendidikan sendiri dapat diartikan sebagai tindakan melampaui batas kode etik dan aturan dalam pendidikan, baik dalam bentuk fisik maupun pelecehan atas hak seseorang. Pelaku kekerasan dalam pendidikan bisa dari siapapun, seperti tenaga pendidik dan kependidikan sekolah, orang tua/wali murid, masyarakat, atau bahkan antar sesama peserta didik dalam sekolah tersebut. Kekerasan terhadap anak dalam dunia pendidikan ini merupakan pelanggaran HAM yang mana dapat ditindak lebih lanjut.

    Kasus kekerasan terhadap anak senantiasa mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data KPAI, kasus kekerasan kepada anak pada tahun 2012 sebanyak 3.512 kasus, tahun 2013 sebanyak 4.311 kasus, tahun 2014 sebanyak 5.066 kasus, hingga tahun 2015 sebanyak 1.975 kasus, dan tahun 2016 meningkat menjadi 6.820 kasus. Ditambah lagi dengan adanya pandemi ini, berdasarkan data SIMFONI PPA (Sistem Infromasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) tercatat angka kekerasan anak semakin meningkat tajam tercatat jumlah kekerasan terhadap anak pada tanggal 1 Januari hingga 19 Juni 2020 sudah tercatat sebanyak 3.087 kasus. Dan dari hal inilah, kekeraasan anak perlu untuk dicegah. Pemerintah dalam hal ini memiliki program yang disebut dengan “Sekolah Ramah Anak”. yang mana pihak sekolah memiliki tanggungjawab untuk memberikan semua hak anak secara penuh serta pengelolaan kelas serta sekolah.

    Program “Sekolah Ramah Anak” dalam pelaksanaannya menerapkan prinsip 3P yang berarti provisi, proteksi, dan partisipasi yang berarti penyediaan akan kebutuhan anak, perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan, dan juga pemberian kebebasan anak berekspresi dan mengungkapkan gagasannya dalam proses belajar. Dengan prinsip tersebut diharapkan program Sekolah Ramah Anak ini mampu menghormati dan memenuhi hak siswa selaku anak-anak disekolah untuk dapat lebih mengekspresikan pandangannya tentang segala hal khususnya terkait dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya serta memberikan rasa aman dan nyaman akan lingkungan belajarnya. Selain itu program Sekolah Ramah Anak ini juga diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada setiap siswa di sekolah untuk dapat mengenyam pendidikan tanpa adanya rasa tekanan dan diskriminasi berdasarkan gender, suku bangsa, disabilitas, agama, jenis kecerdasan dan latar belakang orang tua.

    Hingga saat ini program “Sekolah Ramah Anak” memang belum begitu banyak diterapkan di Indonesia. Harapannya, gagasan pemikiran mengenai program ini dapat dikenal dengan luas dan dapat diterapkan di lebih banyak lagi sekolah di seluruh  daerah yang ada di Indonesia. Sehingga angka pelanggaran HAM anak disekolah dapat berkurang lebih signifikan.

Posting Komentar

0 Komentar