PROBLEMATIKA SEKOLAH GRATIS DI INDONESIA
Kembali pada masa-masa pendudukan pemerintah Hindia Belanda di Indonesia, kita mengenal tokoh yang dijuluki sebagai Bapak Pendidikan Indonesia yaitu Ki Hadjar Dewantara. Pada tanggal 3 Juli 1922, Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Siswa yang merupakan lembaga pendidikan yang membuka kesempatan kepada warga pribumi jelata untuk tetap bisa memperoleh pendidikan selayaknya kamu priyayi dan orang-orang Belanda. Hal tersebut merupakan sebuah langkah dalam mencapai cita-cita Ki Hadjar Dewantara untuk dapat mewujudkan pendidikan yang bisa dinikmati oleh seluruh rakyat.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 34 menyatakan bahwa “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”. Berdasarkan amanat dalam undang-undang tersebut, pemenuhan akan pendidikan dasar bagi seluruh rakyatnya wajib diusahakan oleh pemerintah terutama dalam hal finansial. Saat ini kita mengenal dana BOS sebagai dana pemerintah yang dianggarkan khusus untuk operasional sekolah dan pembelajaran. Namun realitanya, dana BOS yang dianggarkan belum mencukupi untuk pelaksanaan pembelajaran beserta pengadaan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran, sehingga untuk memenuhi kebutuhannya sekolah masih harus memungut biaya SPP setiap bulannya dari peserta didik. Dan berawal dari permasalahan itulah pemerintah mencetuskan adanya program “Sekolah Gratis”.
Kebijakan mengenai program “Sekolah Gratis” hingga kini banyak dijadikan perdebatan para pemangku kepentingan pendidikan. Dilihat dari sisi positifnya program “sekolah gratis” dapat memberikan keringanan terutama pada pembiayaan pedidikan bagi keluarga dengan ekonomi rendah. Selain itu juga dapat memberikan kesempatan kepada anak-anak dari keluarga berekonomi rendah untuk mendapat pemerataan program pendidikan yang sama dengan anak-anak dari keluarga berekonomi lebih tinggi. Sehingga tujuan utama dari program “Sekolah Gratis" ini adalah pemerataan pendidikan bagi semua kalangan ekonomi keluarga di manapun mereka tinggal baik di perkotaan maupun pedesaan terpencil.
Namun terlepas dari adanya dampak yang positif dari adanya program “Sekolah Gratis” ini, ada pula beberapa dampak negatif dari program tersebut. Seperti, kurang efektif dan efisiennya pelaksanaan program pada tiap-tiap sekolah yang memiliki golongan kemampuan ekonomi keluarga yang bervariatif. Sehingga banyak keluarga yang sebenarnya mampu untuk membayar biaya sekolah secara rutin tidak perlu membayar biaya sekolah sama seperti siswa yang ekonomi keluarganya rendah. Sehingga rasa tanggungjawab dan kontribusi orangtua peserta didik akan pendidikan putra dan putrinya dapat terpengaruh karenanya.
Pembiayaan lembaga sekolah sebelum adanya program “Sekolah Gratis” ini dijalankan atas dana yang diperoleh dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan juga masyarakat yang dapat berupa dana BOS, DAK, dana komite, dan dana-dana yang lainnya. Sedangkan manajemen sistem pembiayaan ini tidak terlepas dari peran serta pihak-pihak sekolah dan masyarakat berupa dinas pendidikan, guru, pegawai, kepala sekolah, dan juga komite sekolah.
Perlu diketahui pula bahwa program “Sekolah Gratis” merupakan program yang hanya diselenggarakan khusus untuk sekolah-sekolah negeri, bukan untuk swasta. Padahal jumlah sekolah negeri tidak sebanding dengan jumlah sekolah swasta yang ada pada daerah-daerah. Dan yang menjadi sumber pendanaan program “Sekolah Gratis” ialah anggaran yang berasal dari dana BOS yang diambil dari 20% dana APBD, yang mana diantara banyaknya provinsi yang ada di Indonesia baru provinsi DKI Jakarta yang sudah dinyatakan mencapai angka lebih dari 20%, terlebih lagi di daerah Papua dan daerah lainnya dibagian Indonesia Timur bahkan ada yang alokasi dana APBD untuk pendidikannya baru nol koma sekian persen saja. Tentunya dibandingkan dengan realitas tersebut, tujuan utama dari “sekolah gratis” guna pemerataan pendidikan tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya diseluruh wilayah Indonesia.
Pada dasarnya, program “Sekolah Gratis” merupakan program pemerintah yang baik untuk dilaksanakan guna memenuhi amanat pada pembukaan UUD 1945 yakni “mencerdasakan kehidupan bangsa” dan juga UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidiikan Nasional. Selain dapat membantu pemerintah dalam memberikan pendidikan yang merata kepada seluruh rakyatnya program ini juga membantu dalam menyelaraskan kualitas dan kauntitas mutu sekolah baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Namun, dikarenakan banyaknya permasalahan seperti tidak seimbangnya jumlah sekolah negeri dan swastwa serta bervariasinya pendapatan dan kemampuan membayar dari masing-masing peserta didik alangkah baiknya apabila dana yang dialokasikan untuk program tersebut dialihkan. Pengalihan yang dimaksudkan disini adalah berupa program “Sekolah Terjangkau” ataupun berupa “Program Beasiswa” bagi peserta didik dengan ekonomi keluarga kurang mampu. Hal ini bertujuan agar dana yang sebelumnya untuk program “Sekolah Gratis” dapat dialokasikan dengan lebih efektif dan efisien serta tidak salah sasaran. Selain itu, kedua program tersebut dijalankan bukan hanya untuk sekolah negeri, tetapi juga sekolah swasta yang ada didaerah-daerah dengan diimbangi dengan sosialisasi yang baik dari dinas pendidikan setempat. Sehingga pemerataan kesempatan pendidikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif di Indonesia dapat tercipta di masa yang akan datang.
Posting Komentar
0 Komentar