Filsuf



ilistrasi by iStock

Author: Fainta Shofiyati (20 A)

Gerimis tipis baru saja turun. Suasana masih terlihat sangat mendung. Sepertinya sepasang teh dan roti cocok untuk menemani suasana saat ini. Namun sayangnya aku sedang terjebak di halte angkutan umum. Hanya imajinasiku saja yang dapat menyantap teh manis untuk menghangatkan diri.

 

Menunggu bus yang tak kunjung sampai, aku lebih memilih untuk menatap jalan sambil termenung. Sedangkan di kursi paling pojok terdapat seorang yang sedang menikmati rokok. Terlihat begitu menikmati. Aku kadang heran melihat orang merokok karena terlihat sangat santai dan tenang. Tanpa disadari memang, zat nikotin yang terkandung dalam rokok saat sekitar sepuluh detik pertama akan menghasilkan efek yang dapat meningkatkan suasana hati dan konsentrasi serta dapat mengurangi kemarahan dan stress. Namun efek tersebut bersifat sementara   agar seseorang terjebak dan merokok terus menerus.

 

Setelah pikiranku menjabarkan tentang rokok. Aku terkejut, karena sesorang di kursi paling pojok itu mengubah tempat duduknya jadi agak lebih dekat denganku, meski ada jarak beberapa meter.

 

"Ngapain mbak ?" Ia bertanya

"Nunggu bis mas" jawabku sambil membatin,  ngapain lagi ya duduk di Halte kalo gaknunggu Bus.

lantas kita melanjutkan percakapan mulai bertanya rumah, kuliah, dan kegiatan lainnya. Ternyata kita kuliah di tempat yang sama dan terlibat juga di organisasi mahasiswa. Pembahasan kita nyambung karena saling bertukar pengalaman satu sama lain.

Sampai pada akhirnya dia mengajakku untuk berpikir keras.

 

" mbak ilmu sama pengetahuan itu sama atau beda ?"

"Emm sama mungkin." Jawabku singkat, sebenarnya aku malas  berpikir karena hari sudah sore dan seharian sudah sibuk praktikum di laboratorium.

"Ilmu dan pengetahuan itu beda mbak."

"Masak gitu?"

"Iya, ibarat rokok ya mbak, rokok itu ilmu sedangkan tembakau dan kertas pelapis itu pengetahuan"

"Berarti pengetahuan itu bagian dari ilmu ya" timpalku

“Iya, pengetahuan bisa diterima dengan nalar, sedangkan ilmupun sama tetapi lebih memiliki data yang konkret dan bahasa yang sistematis dalammenjabarkannya”

.

 

Sore itu Dia berbicara banyak sekali seperti pemaparan materi, pertemuan kita layaknya seminar. Kuakui Dia pintar membahas tentang Filsafat Kehidupan. Aku lebih banyak mendengar dan menimpali sedikit meski sebenarnya  Aku tertarik dengan topik yang kita bicarakan.

Hingga akhirnya bus pun datang dan menghentikan pembicaraan. Akupun terpisah dengannya.

 

***

 

Cerita sore itu masih hangat dalam ingatan, Dia yang kukira seorang yang Bad Boy karena ku hanya melihat dari penampilannya ternyata adalah seorang filsuf  yang membius massa dengan segudang kata dari pemikirannya.

Sayangnya aku lupa bertanya perihal nama. Dan aku hanya bisa berharap "kapan (lagi) kita akan berjumpa ?" Hanya Tuhan yang tau jawabannya.









 

Posting Komentar

0 Komentar