Rumah (part 1) oleh Rizqia Putri

ilustrasi by pixabay

RUMAH

“Rumahku Istanaku” begitulah kata kebanyakan orang. Namun ada juga yang berkata “Rumahku Penjaraku”. Menurutku “Rumahku Istanaku” itu ketika aku terbangun dan melihat mereka yang sangat menyayangi dan kusayangi, melewati tiap detik dengan senyuman, celotehan adik, juga nasihat Ayah dan Ibu. Hari-hari yang terasa berat itu menjadi ringan saat semuanya bersatu meski hanya sekadar menemani, tak membantu. Tetapi hal itu sudah sangat cukup, cinta dan waktu mereka cukup untukku.

Bertahun-tahun setelahnya, saat dunia membawaku ke tempat yang berbeda, aku bertemu dengan ‘mereka’ yang berbeda denganku. Segala yang gelap memang nyata adanya. Ia hadir di depan mataku, sungguh-sungguh nyata.

Aku bertemu dengan dia, dengan kisahnya.

Di tempat terjauh, seorang anak menjerit, menangis dan tak berdaya setiap malam. Ia menangisi apa yang telah ia alami. Ia menanggung kesalahan orang tuanya, terpedaya nafsu yang tiada henti. Seorang anak yang tiap kali berdoa, kapan ini akan berakhir, kapan ia bisa tersenyum sedetik tanpa  memikirkan kenangan buruk yang ia alami.

“Rumahku adalah penjaraku” kata-kata itu yang harus dilekatkan padanya. Rumah yang harusnya menjadi tempat ternyaman  untuk pulang, bertahun-tahun menjadi penjara bagi jiwa dan raga nya, menjadi sebuah tempat untuk pergi dan hilang.

Orang-orang rumah yang seharusnya saling memberi kasih, semua terlihat menjadi orang yang kejam. Merenggut masa depan juga masa kecilnya, merenggut kepercayaan dan harapannya.

Kisahnya punya tempat khusus di hati. Menyadarkan, bahwa tak semua orang punya kesempatan yang sama untuk merasakan rumah yang sejati.

Di satu sisi, kebenaran tentang rumahku penjaraku itu memang benar, tapi di sisi lain, sebenarnya semua itu berawal dari keterbatasan diri dan perasaan hati terhadap rumah sendiri. Kebanyakan mengatakan rumahku surgaku karena sudah menemukan surganya dalam rumah. Adapun yang mengatakan bahwa rumahku penjaraku itu adalah dia yang belum menemukan surga dalam rumahnya, bagaikan dalam penjara, seperti itulah kira-kira.

-

Posting Komentar

0 Komentar